Biografi Andy Rubin - Penemu OS Android
Andy Rubin lahir pada tanggal 22 Juni 1946 di New Bedford, Amerika Serikat. Dia adalah pengembang dari Android
OS. Sejak kecil, Rubin sudah terbiasa melihat banyak gadget baru. Ini
karena ayahnya, seorang psikolog yang banting setir ke bisnis direct
marketing, menyimpan produk elektronik yang akan dijualnya di kamar
Rubin. Ia memiliki minat besar pada segala hal yang berbau robot. Di
Carl Zeiss A.G., tempat pertama kali ia bekerja setelah lulus kuliah,
Rubin ditempatkan di sebuah divisi robotika, tepatnya pada komunikasi
digital antara jaringan dengan perangkat pengukuran dan manufaktur.
Setelah dari Carl Zeiss, ia sempat bekerja di bidang robot di sebuah
perusahaan di Swiss.
Karier Rubin di
bidang robotika nampaknya semakin cerah, namun hidupnya berubah
gara-gara liburan di Cayman Island pada tahun 1989. Saat sedang
mengunjungi kepulauan tropis di Jamaika itu, Rubin tak sengaja bertemu
dengan seorang bernama Bill Caswell. Pria ini sedang tidur di tepi
pantai, terusir dari sebuah cottage setelah bertengkar dengan pacarnya.
Andy menawarkan pria itu tempat tinggal dan sebagai balas budi, Casswell
menawarkannya pekerjaan. Kebetulan yang menakjubkannya adalah pria itu
bekerja di Apple. Di Apple, Rubin mengalami masa-masa yang
menyenangkan. Pada saat itu, Apple masih dalam kondisi baik berkat
komputer Macintosh. Budaya Apple pun menular pada diri Rubin. Di sana ia
sempat melakukan kejahilan, seperti memprogram ulang sistem telepon
sehingga ia bisa berpura-pura sebagai sang CEO, John Sculley. Lelucon
seperti itu mungkin akan disukai Steve Jobs, pria yang gemar membuat
lelucon lewat telepon, namun ketika itu adalah periode Apple tanpa Jobs.
Dari
bagian manufaktur, Rubin pindah ke bagian riset di Apple. Kemudian,
pada tahun 1990, Apple melakukan spin off untuk membentuk sebuah
perusahaan bernama General Magic dan Rubin ikut di dalamnya. General
Magic berfokus pada pengembangan perangkat genggam dan komunikasi. Para
engineer yang gila kerja, termasuk Rubin tentunya, berhasil
mengembangkan sebuah peranti lunak bernama Magic Cap. Sayangnya, Magic
Cap tidak mendapat sambutan dari perusahaan handset dan telekomunikasi.
Beberapa yang menerapkan Magic Cap hanya melakukannya sebentar. General
Magic pun akhirnya hancur.
Beberapa pengembang di General Magic,
bersama beberapa veteran Apple, kemudian mendirikan Artemis Research.
Perusahaan ini mengembangkan sesuatu bernama webTV, sebuah upaya awal
untuk menggabungkan Internet dengan televisi. Rubin bergabung dengan
Artemis untuk ikut mengembangkan webTV tersebut. Saat Microsoft membeli
Artemis, di 1997, Rubin pun ikut bergabung dengan perusahaan raksasa
itu. Episode gila khas Rubin kembali terjadi di Microsoft. Rubin
membangun sebuah robot yang dilengkapi kamera untuk mengerjai
rekan-rekannya. Gilanya, robot itu terhubung ke Internet dan pada satu
insiden sempat dibobol oleh pihak di luar Microsoft. Pada tahun 1999,
Rubin keluar dari webTV (dan artinya, ia tak lagi menjadi karyawan
Microsoft). Ia kemudian menyewa sebuah toko di Palo Alto, California,
dan menyebut toko itu sebagai laboratorium.
Di
tempat yang penuh dengan berbagai mainan robot koleksi Rubin, lahirlah
sebuah ide untuk produk baru. Bersama beberapa rekannya, Rubin kemudian
mendirikan Danger Inc. Sukses diraih Danger melalui sebuah perangkat
bernama Sidekick. Aslinya, perangkat ini dinamai Danger Hiptop, namun di
pasaran ia dikenal sebagai T-Mobile Sidekick.
“Kami
ingin membuat sebuah perangkat, kira-kira seukuran batang cokelat,
dengan harga di bawah 10 dolar dan bisa digunakan untuk men-scan sebuah
benda serta mendapatkan informasi soal benda itu dari Internet. Lalu,
tambahkan perangkat radio dan transmiter, jadilah Sidekick,” tutur Rubin
soal Sidekick.
Saat ini, Sidekick memang sudah terlihat
usang, namun pada masanya, Sidekick adalah sebuah benda yang ganjil
dengan konsep teknologi yang melampaui zaman. Perangkat itu, menurut
Rubin, merupakan pengakses data dengan kemampuan telepon. Ketika muncul
di pasaran, Sidekick harus menghadapi kenyataan bahwa PDA sedang
kehilangan pasar. Namun, Rubin menegaskan bahwa Sidekick bukanlah PDA.
“Seharusnya,
orang-orang bukan bertanya apakah ini PDA atau ponsel. Mereka harusnya
bertanya, apakah ini platform untuk pengembang pihak ketiga? Ini adalah
hal yang baru. Ini adalah untuk pertama kalinya sebuah ponsel dijadikan
platform untuk pengembang pihak ketiga,” kata Rubin.
Sekarang,
apa yang dikatakan Rubin bukan hal aneh lagi. Lihat saja Apple dengan
jutaan aplikasi pihak ketiga yang hadir di iPhone. Hal lain yang
dilakukan Danger, yang pada masa itu belum terpikirkan, adalah
menjembatani antara pembuat handset dengan penyedia jaringan. Danger
memutuskan untuk berbagi keuntungan dengan T-Mobile dalam layanan
Sidekick. Dengan demikian, Danger tak mengandalkan penjualan handset
sebagai sumber penghasilan satu-satunya, namun juga dari layanannya. Ini
membuat perusahaan pembuat perangkat (Danger) memiliki tujuan yang sama
dengan penjual perangkat (operator telekomunikasi T-Mobile).
Rubin meninggalkan Danger pada tahun 2004. Pada
2008, perusahaannya itu dibeli oleh
Microsoft. Sang raksasa rupanya tertarik untuk memasuki bisnis ponsel
dengan lebih agresif lagi. Nilai yang ditawarkan pun tidak
tanggung-tanggung. Menurut kabar yang beredar Microsoft membeli Danger
dengan harga 500 juta dolar. Namun, pembelian Danger oleh Microsoft
ternyata tidak membawa hasil yang berbunga-bunga. Para eksekutif yang
tersisa dari Danger digabungkan oleh Microsoft ke dalam Mobile
Communication Business, dari divisi Entertainment dan Devices. Kemudian,
mereka diminta mengembang sebuah ponsel yang dikenal dengan sebutan
Project Pink. Targetnya, ponsel ini harus bisa menjadi pesaing iPhone
dan BlackBerry. Menurut ComputerWorld, Project Pink menderita penyakit
klasik di sebuah perusahaan besar. Karena proyeknya cukup bergengsi, ia
diperebutkan oleh beberapa pihak. Dan lebih parahnya lagi,
perkembangannya makin melenceng dari yang diinginkan. Contohnya, awalnya
ponsel itu akan dikembangkan dengan basis Java namun kemudian diminta
untuk menggunakan sistem operasi Microsoft.
Sayangnya, Windows
Phone 7 yang seharusnya bisa digunakan untuk Project Pink, belum siap.
Walhasil, saat diluncurkan, ponsel yang akhirnya bernama Microsoft Kin
ini menggunakan sistem operasi Windows untuk ponsel yang “lawas”.
Sambutan pasar yang dingin pun membuat Kin akhirnya harus ditutup, hanya
beberapa bulan sejak diluncurkan. Nasib layanan Sidekick, yang diwarisi
Microsoft dari Danger, juga tak terlalu baik. Dalam satu insiden, yang
masih belum diketahui pasti apa penyebabnya, pelanggan Sidekick
tiba-tiba kehilangan semua data mereka. Satu hal yang perlu diketahui,
semua data pada Sidekick memang disimpan ‘di awan’ (dalam hal ini pada
server yang dikelola Microsoft dan bisa diakses melalui Internet). Nah,
ketika server itu mengalami gangguan, semua data pengguna Sidekick pun
lenyap.
Pada awal tahun 2002, Rubin sempat memberikan sebuah
kuliah di Stanford mengenai pengembangan Sidekick. Karena, meski
penjualan Sidekick di pasaran tak meledak, perangkat itu dinilai cukup
baik dari sisi engineering. Sebuah kebetulan bahwa Larry Page dan Sergei
Brin, pendiri Google, ikut hadir dalam kuliah tersebut. Selepas kuliah,
Page menemui Rubin untuk melihat Sidekick dari dekat. Rupanya, Page
melihat, perangkat itu menggunakan search engine Google. “Keren,” ujar
Page. Ini adalah sebuah titik tolak bagi Page untuk sebuah ide yang
dalam beberapa tahun kemudian akan terwujud, sebuah ponsel Google.
Kurang lebih dua tahun setelah itu, Rubin telah meninggalkan Danger dan
mencoba melakukan hal-hal baru. Termasuk di antaranya mencoba memasuki
bisnis kamera digital sebelum akhirnya ia mendirikan Android.
Rubin
menginkubasi Android saat ia menjadi enterpreneur-in-residence bersama
perusahaan modal ventura Redpoint Ventures di 2004. “Android berawal
dari satu ide sederhana, sediakan platform mobile yang tangguh dan
terbuka sehingga bisa mendorong inovasi lebih cepat demi keuntungan
pelanggan,” ujar Rubin. Pada Juli 2005, 22 bulan setelah Android
berdiri, perusahaan itu ditelan oleh raksasa Google. Rubin pun memilih
untuk bergabung dengan Google. Ketika membeli Android Inc., Google tidak
menyebutkan dengan rinci berapa harga yang dibayarkan dan apa yang
ingin dilakukannya dengan perusahaan itu. Bahkan, Google menyebut
pembelian itu sebagai akuisisi terhadap sumber daya manusia dan
teknologinya saja. Selain Andy Rubin, Google memang meraup banyak
orang-orang brilian dari Android. Ini termasuk Andy McFadden (pengembang
WebTV bersama Rubin, dan juga pengembang Moxi Digital); Richard Miner
(mantan Vice President di perusahaan telekomunikasi Orange); serta Chris
White (pendiri Android dan perancang tampilan serta interface WebTV).
Bersama
Google, Android diberi kekuatan ekstra. Perusahaan asal Mountain View,
California itu kemudian membentuk Open Handset Alliance untuk
mengembangkan perangkat bagi Android.
“Google tak bisa
melakukan segalanya. dan kami tidak perlu itu. Itulah mengapa kami
membentuk Open Handset Alliance dengan lebih dari 34 rekanan,” ujar
Rubin.
Perangkat Android yang hadir pasaran memang bukan
buatan Google. Petarung kelas berat Android termasuk Motorola, Samsung,
dan HTC masing-masing melemparkan ponsel Android andalan mereka ke
pasaran.
“Sekadar melemparkan peranti lunak tidaklah
cukup,” Rubin menjelaskan, “Anda perlu handset yang dikembanglan untuk
peranti lunak ini dan penyedia jaringan yang mau memasarkannya.”
Di
AS, Motorola Droid jadi salah satu senjata Verizon Wireless melawan
AT&T dengan iPhone-nya. Sedangkan Nexus One, ponsel Android Google
buatan HTC, hadir tanpa “ikatan dinas” pada satu operator tertentu.
Kehadiran
Android nampaknya berusaha menggoyang dominasi pasar ponsel di AS. Di
Indonesia, Android pun nampak siap jadi primadona setelah muncul dengan
gegap gempita dalam Indonesia Celullar Show 2010.
“Saya
tahu bakal ada FUD (fear, uncertainty, doubt). Namun, kami telah melihat
beberapa kompetitor mengikuti apa yang kami lakukan. Jadi sepertinya,
kami memang di jalan yang benar,” ujar Rubin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar